Si Pemuda merasa kasihan, kemudian mengulurkan tangannya untuk membantu Kepiting agar keluar dari sungai. Si Kepiting menjepit jari si Pemuda. Klap...!! Jari si Pemuda terluka akibat jepitan keras si Kepiting. Namun si Pemuda tampak puas ketika Kepiting berhasil selamat.
Belum lama ketika si Pemuda duduk kembali, lagi-lagi si Kepiting terpeleset ke sungai dan sekali lagi berusaha keras menyelamatkan diri. Si Pemuda kembali menolong dan jarinya dicapit oleh Kepiting untuk kedua kalinya. Kejadian ini kemudian berulang ketiga kalinya hingga jari si Pemuda bukan lagi terluka, tetapi juga memar membengkak.
Seorang Pak Tua ternyata memperhatikan peristiwa itu sejak awal. Dia menghampiri si Pemuda.
"Hai, Nak… Perbuatanmu menolong makhluk Tuhan adalah cerminan Kasih Sayang dan Hati yang Mulia…” kata Pak Tua.
“Terima kasih, Paman…” jawab si Pemuda.
”Tapi, mengapa kau harus korbankan jarimu terluka seperti itu hanya untuk menolong seekor Kepiting?”
"Maaf, Paman... Kepiting hanya diberi capit yang tidak ada jari-jarinya untuk berpegangan. Sedangkan Tuhan memberi kita dua tangan yang lebih sempurna. Justru karena Kasih Sayang itulah, saya merelakan jari ini terluka agar bisa menolong makhluk yang lebih lemah, meski hanya seekor Kepiting," jawab si Pemuda dengan hati puas.
Pak Tua tersenyum mendengar jawaban si Pemuda. Dan ketika itu pula, untuk keempat kalinya si Kepiting kembali terpeleset dan berjuang melawan arus sungai. Si Pemuda tampak bersiap-siap menolong Kepiting itu. Namun Pak Tua mencegahnya, dan si Pemuda tampak heran.
Pak Tua memungut sebuah ranting yang panjang. Ia julurkan ranting itu ke arah si Kepiting. Segera saja si Kepiting menangkap ranting dengan capitnya, dan si Kepiting pun selamat untuk ke sekian kalinya. Pak Tua segera menjauhkannya dari tepi sungai.
"Lihat Anakku, menerapkan Kasih Sayang untuk menolong itu sungguh Mulia, namun alangkah indahnya jika Kemuliaan itu disertai dengan Kebijaksanaan. Tidak semua tujuan yang baik bagi makhluk lain berarti harus mengorbankan diri sendiri.
Tuhan telah membekali kita dengan Hati agar menjadi Mulia seperti Hatimu, namun Tuhan juga membekali kita Akal agar berpadu dengan Hati menjadi sebuah Kebijaksanaan yang Mulia. Ranting ini Tuhan sediakan agar kau bisa menolong makhluk-Nya tanpa harus mengorbankan jarimu...”
Si Pemuda tersadar dan kemudian tersenyum bahagia sekali.
"Terima kasih, Paman. Hari ini Tuhan telah mempertemukan saya dengan Paman untuk belajar satu Hikmah yang sangat berharga bahwa Perbuatan yang Baik akan menjadi lebih baik jika dilakukan dengan cara yang benar, yaitu cara yang Bijaksana, yang tidak merugikan siapapun...
PERBUATAN YANG MULIA MENJADI LEBIH INDAH BILA DISERTAI DENGAN KEBIJAKSANAAN.”
“Tepat sekali, Nak... namun seandainya kau tidak menemukan ranting ini, maka caramu tadi adalah cara yang paling Bijaksana... kau tetap harus menolongnya.”
Sumber : ican-community.blogspot.com
0 comments via blog:
Posting Komentar