Suatu hari datanglah seorang pria ke hadapan seorang Bijak."Guru, saya mempunyai banyak dosa. Saya telah memfitnah, membohongi, dan menggosipkan orang lain dengan hal buruk. Kini saya menyesal dan ingin memohon maaf lahir dan batin. Bagaimana caranya agar Tuhan mengampuni semua kesalahan saya?"
Sang Bijak berkata, "Ambilah bantal di tempat tidurku. Bawalah ke alun-alun kota. Di sana, bukalah bantal itu sampai bulu-bulu ayam dan kapas didalamnya keluar tertiup angin. Itulah bentuk hukuman atas kata-kata jahat yang telah keluar dari mulutmu."
Meski kebingungan, toh akhirnya ia menjalani "hukuman" yang diperintahkan kepadanya. Di alun-alun ia membuka bantal dan dalam sekejap bulu ayam dan kapas beterbangan tertiup angin.
Setelah selesai, ia kembali menghadap sang Bijak, "Saya telah melakukan apa yang Guru perintahkan. Apakah kini saya sudah diampuni?"
Jawab sang Bijak, "Kamu belum dapat pengampunan. Kamu baru menjalankan separuh tugasmu. Kini, kembalilah ke alun- alun dan pungutlah kembali bulu - bulu ayam yang tadi beterbangan tertiup angin."
Renungan :
Tidak peduli berapa kali kita memohon maaf, kata-kata yang pernah keluar dari mulut kita akan menggema selamanya.
Memang, sebuah permintaan maaf di hari yang fitri ini bisa mengobati banyak hal. Namun, agaknya kita juga harus mengingat, bahwa semua itu tak akan ada artinya, saat kita mengulangi kesalahan itu kembali.
http://mrsigit80.blogspot.com/
0 comments via blog:
Posting Komentar